Halaman

Senin, 29 November 2010

BOLEH CINTA, JANGAN CINTA BUTA

Cinta adalah fitrah manusia. Cinta juga salah satu bentuk kesempurnaan penciptaan yang Allah berikan kepada manusia. Allah menghiasi hati manusia dengan perasaan cinta pada banyak hal. Salah satunya cinta seorang lelaki kepada seorang wanita, demikian juga sebaliknya.
Rasa cinta bisa menjadi anugerah jika luapkan sesuai dengan bingkai nilai-nilai ilahiyah. Namun, perasaan cinta dapat membawa manusia ke jurang kenistaan bila diumbar demi kesenangan semata dan dikendalikan nafsu liar.

Mencintai merupakan pekerjaan orang-orang yang kuat. Pecinta sejati yang dapat merefleksikan dirinya dalam penumbuhan kepribadian. Karena mencintai adalah pekerjaan yang membutuhkan kepribadian yang kuat. Maka pecinta sejati hanya mengenal bagaimana ia bisa terus menumbuhkan kepribadiannya dalam mencintai kekasih yang dicintainya.

Cinta dan kepribadian merupakan dua kata yang sama-sama saling tumbuh dan berkembang. Seorang pecinta sejati tahu bahwa mencintai adalah pekerjaan jiwa dalam mengatur gagasan, emosi dan tindakan. Dia tahu mencintai adalah pekerjaan yang membutuhkan keputusan yang besar. Karena mencintai itu adalah bagaimana kita dapat memberi sesuatu kepada kekasih yang kita cintai.

Hakikat cinta hanya bagaimana kita memberi pada kekasih yang kita cintai. Memberikan dengan penuh ketulusan. Bagaimana kita dapat selalu memperhatikan dirinya dalam penumbuhan dirinya. Memberikan semangat pelayanan dalam penumbuhan kepribadian dirinya. Merawat dengan kebajikan di setiap aktivitas kehidupannya. Dan melindungi dengan keberanian agar kekasih yang kita cintai dapat selalu tenang dan bergantung dalam kebersamaan dengan diri kita.

Sayap cinta yang tak pernah patah. Hanya seorang pecinta sejati yang tak pernah mematahkan sayap cintanya. Karena kasih yang tak sampai tak pernah menyurutkan rasa mencintai dirinya kepada orang yang dikasihi. Kesempatan itu pasti kan datang kembali. Memberikan yang terbaik untuk kita dalam melakukan pekerjaan jiwa yang agung ini. Maka pecinta sejati selamanya hanya berkata, “Apa yang akan kuberikan?”. Tentang ‘siapa’ yang akan kita berikan itu menjadi sekunder. Karena Allah pasti memberikan yang terbaik untuk kita jika kita mencintai karena keagunganNya.

Kupu-kupu itu terus terbang dengan eloknya. Pesona Sasakia charondrayang dipancarkan dari sayap hitam dengan corak ungu itu tidak dapat luput dari pandangan. Ia terus terbang mencari kekasih dirinya yang tak lain adalah kuncup bunga yang mekar menunggu kedatangan dirinya. Kupu-kupu itu pun tahu. Bahwa dia dapat hidup dengan kehendak dan cintaNya. Dia tak pernah mematahkan sayapnya walaupun tak mendapatkan apapun dari kuncup bunga yang ia kunjungi. Karena sayap cinta takkan pernah patah.

Islam sebagai syariat yang sempurna, memberi koridor bagi penyaluran fitrah ini. Apalagi cinta yang kuat adalah salah satu energi yang bisa melanggengkan hubungan seorang pria dan wanita dalam mengarungi kehidupan rumah tangga. Karena itu, seorang pria shalih tidak asal dapat dalam memilih wanita untuk dijadikan pendamping hidupnya.

Karena paham agama dan mengamalkannya. Ada banyak hal yang membuat seorang lelaki mencintai wanita. Ada yang karena kemolekannya semata. Ada juga karena status sosialnya. Tidak sedikit lelaki menikahi wanita karena wanita itu kaya. Tapi, kata Rasulullah yang beruntung adalah lelaki yang mendapatkan wanita yang faqih dalam urusan agamanya. Itulah wanita dambaan yang lelaki shalih.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda, “Wanita dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka, ambillah wanita yang memiliki agama (wanita shalihah), kamu akan beruntung.” (Bukhari dan Muslim)

Rasulullah saw. juga menegaskan, “Dunia adalah perhiasan, dan perhiasan dunia yang paling baik adalah wanita yang shalihah.” (Muslim, Ibnu Majah, dan Nasa’i).

Jadi, hanya lelaki yang tidak berakal yang tidak mencintai wanita shalihah.

Berhati-hati mencintai seseorangCinta tidak melulu antara laki dan wanita. Ada cinta lain yang berwarna persaudaraan dan pertemanan. Karena ikatan suku, profesi, sekelompok orang bisa saling mencintai. Begitu pun dalam ikatan persaudaraan Islam. Rasulullah saw. mengatakan, “Tidaklah beriman seseorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”

Umumnya, cinta punya rumus: saling kenal, saling paham, saling cinta, dan saling berkorban. Tapi, ada cinta yang datang tiba-tiba. Mungkin karena ada sesuatu yang menarik dari penampilan fisik, cinta langsung berbunga. Atau, karena ada seseorang yang begitu murah hati dan dermawan, cinta bisa langsung tumbuh pesat. Ada utang budi yang berinti cinta. Kalau sudah begitu, pengorbanan menjadi sesuatu yang amat ringan.

Kalau orang yang cepat dicintai itu memang layak dicintai, simpati dan pengorbanan tentu akan berbuah kebaikan. Tapi, bagaimana jika yang tiba-tiba dicintai itu punya maksud tidak baik. Karena kelihaian, atau karena sudah jadi profesi, cinta bisa dimanipulasi menjadi alat efektif melakukan penipuan.

Karena itu, Rasulullah saw. mewanti-wanti dalam mencintai seseorang. Cinta bisa menghilangkan daya kritis dan rasionalitas seseorang. Beliau saw. besabda, “Cintamu kepada sesuatu menjadikan kamu buta dan tuli.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Berteman dan bersaudara memang menjadi sebuah kenikmatan tersendiri buat seorang mukmin. Pertemanan seperti itu tidak hanya bermanfaat di dunia, tapi juga di akhirat. Begitulah sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya Allah pada Hari Kiamat berseru, ‘Di mana orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini akan Aku lindungi mereka dalam lindungan-Ku, pada hari yang tidak ada perlindungan, kecuali per-lindungan-Ku.” (HR. Muslim)

Manajemen cinta akan menumbuhkan sikap adil dalam cinta yang membawa hidup sehat dan seimbang (tawazun) dan bukan menjadi sumber penyakit sebagaimana Ibnul Qayyim sampaikan bahwa cinta bagi ruh sama dengan fungsi makanan bagi tubuh. Jika engkau meninggalkannya tentu akan membahayakan dirimu dan jika engkau terlalu banyak menyantapnya serta tidak seimbang tentu akan membinasakanmu. Kelezatan hidup inilah yang dilukiskan dalam hadits tentang kelezatan iman:“Ada tiga perkara yang siapa pun memilikinya niscaya akan merasakan kelezatan iman; barang siapa yang Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari lainnya, barang siapa yang mencintai seseorang hanya karena Allah, dan siapa yang benci kembali kepada kekafiran sebagaimana ia benci dicampakkan ke dalam neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Proses menuju cinta suci yang diberkati Allah tidaklah mudah sehingga memerlukan upaya manajemen diri termasuk pengendalian ego dan penumbuhan rasa empati serta solidaritas sebagai persyaratan iman.Sabda Nabi saw:“Tidaklah beriman seseorang di antara kalian sampai ia mencintai saudaranya (seiman) sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri” Bahkan cinta sesama mukmin merupakan syarat masuk surga “Tidaklah kalian akan masuk surga sampai kalian beriman dan kalian tidak akan beriman sehingga kalian saling mencintai.” (HR. Muslim)

Cinta yang dikehendaki Islam adalah cinta sejati dan arif bukan cinta buta yang bodoh. Manajemen cinta mengajarkan agar perasaan cinta kepada seseorang tidak menghalangi kita untuk tetap melakukan segala hal yang semestinya kita kerjakan. Sehingga kita tidak akan melakukan ataupun meninggalkan segala hal demi rasa cinta ataupun mendapatkan cinta dari orang yang kita cintai meskipun hal itu bertentangan dengan kemaslahatan (kebaikan) dirinya, membahayakan orang lain dan menimbulkan kerusakan di muka bumi atau memancing kemarahan Allah. Karena sikap demikian merupakan cinta buta yang bodoh. Sebagai contoh seorang ibu yang begitu memanjakan anaknya karena cintanya yang mendalam sampai melupakan pendidikan dan pengajarannya yang pada gilirannya justru akan menjadi bumerang bagi orang tuanya karena menjadi anak durhaka..

Seorang muslim tidak mengenal cinta monyet, cinta buta, cinta dusta, cinta palsu dan cinta bodoh. Ia hanya mengenal cinta suci mulia yang penuh kearifan dan kesadaran yang melahirkan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya dan meletakkan cinta tersebut di atas segala-galanya sebagai tolok ukur cinta lainnya. Suatu ketika seorang Arab badui menghadap Nabi saw dan menanyakan perihal datangnya kiamat, lalu beliau balik bertanya: “Apa yang telah kau persiapkan?” Ia menjawab: “Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya” Beliau menyahut: “Engkau bersama siapa yang kau cintai” (HR. Bukhari dan Muslim)

Cinta karena Allah dan benci karena Allah akan menjadi filter, kontrol sekaligus tolok ukur dalam mencintai segala hal. Dengan demikian cinta yang tulus karena Allah Dzat Maha Abadi inilah yang akan bertahan abadi sementara cinta yang dilandasi motif lainnya justru yang akan cepat berubah, bersifat temporer dan akan membuahkan penyesalan. (QS. Az-Zukhruf: 43, Al-Furqan: 25)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar